REDAKSI.pesanjabar.com – Dalam konsep religiusitas Islam, “siapa yang mengenal dirinya maka akan mengenal Tuhannya”. Nilai intrinsik dari Hadits tersebut menyiratkan kepada kita bahwa secara persona, manusia memiliki otoritas dalam penentuan dirinya akan seperti apa dan menjadi apa. Modal untuk mencapai semua itu harus diawali dengan pengenalan diri secara komprehensip. Komperehensip yang dimaksud adalah pemahaman mendalam terkait kompetensi, skill, attitude, maupun mindset diri kita. Sehingga, melalui pengenalan diri, maka individu akan mampu menentukan peta jalan kehidupannya, termasuk di era perubahan cepat ini.
Kita hidup di tengah arus perubahan yang tidak pernah berhenti. Teknologi berlari lebih cepat dari daya jelajah manusia. Informasi melimpah ruah, seakan menenggelamkan kita dalam lautan tanpa tepi. Generasi hari ini tumbuh dalam suasana serba tersedia: semua pengetahuan bisa diakses melalui gawai, semua pengalaman bisa disimulasikan lewat platform digital, semua kesempatan seakan terbuka tanpa sekat ruang dan waktu.
Kelimpahan akses informasi dan pengetahuan ini tidak serta merta memberikan kemudahan bagi para pengguna dan pembaca. Platform digital yang dengan setia melayani berbagai urusan manusia berdampak pada keengganan manusia untuk berkreasi lebih dari apa yang sering dilakukan oleh generasi-generasi sebelumnya. Sehingga, ada ironi di balik kelimpahan itu. Akses yang luas tidak otomatis melahirkan generasi yang unggul. Pengetahuan yang melimpah tidak serta-merta menumbuhkan kebijaksanaan. Justru banyak anak muda yang gamang dalam memilih, ragu dalam melangkah, bahkan kehilangan arah ketika harus menentukan jalan. Inilah paradoks generasi digital: banjir informasi, tetapi miskin penalaran; kaya pilihan, tetapi lemah pengendalian.
