pesanjabar.com – Akhir-akhir ini masyarakat dihebohkan dengan polemik penulisan ulang sejarah. Menteri Kebudayaan RI, Fadli Zon, menyatakan bahwa salah satu tujuan penulisan ulang sejarah Indonesia adalah untuk mempersatukan bangsa dan menjaga kepentingan nasional.
Sabrang Mowo Damar Panuluh, atau yang lebih dikenal sebagai Mas Sabrang, turut memberikan opininya terkait polemik ini.
Dia mengatakan bahwa dia tidak tau banyak dan hanya mengetahui potongan-potongan terkait polemik ini salah satunya adalah statement bahwa sejarah kita terlalu belanda sentris maka harus ditulis ulang sehingga dibutuhkan inisiatif untukmenulis ulang sejarah Indonesia berdasarkan perspektif dari beberapa ahli sejarah, mengumpulkan kurang lebih 180 sejarahwan.
Mas sabrang mengatakan teringat pada kalimat “sejarah ditulis ulang oleh pemenang” dan kebetulan indonesia pemenang setelah belanda makanya mungkin mau ditulis ulang.
“saya langsung teringat pada kalimat sejarah ditulis oleh pemenang. Kebetulan Indonesia pemenang setelah Belanda. Makanya mungkin sejarah mau ditulis ulang.” ujar mas sabrang
Dia setuju dan tidak setuju tentu selalu dengan nuance, alasnnya adalah ketika sejarah ditulis Belanda sentris dan harus diperbaiki dia setuju. Dia setuju karenasejarah yang dieal tidak ditulis oleh satu perspektif, baik Indonesia mapun Belanda.
Dia mengatakan sejarah yang paling bagus adalah menulis apa yang terjadi, walaupun sangat susah karenaakan ada perspektif manulisa yang mengalami sejarah maupun yang menulisa sejarah itu sendiri. Jadi jika alasnanya karenaditulis dari perspektif Belanda dia setuju, namun dalam proses pelaksanaannya dengan mengumpulkan ahli sejarah yang menurut orang-orang kurang transparan prosesnya yang menimbulkan kekhawatiran.
Dia mengatkan jika inisiatif ini terjadi 30 tahun lalu yang mana mengumpulkan ahi sejarah se-Indonesiatidak hanya 180 saja itu masuk akal. Weak point-nya adalah ketika banyak perspektif datang, bagaimana menyatukannya karenaadanya berbedaan data dan bias.
Mas sabrang menekankan pentingnya agen imparsial yang dapat memandang suatu informasi itu secarapaling objektif.
“Di sini dibutuhkan agen imparsial yang harus mencoba memandang sesuatu informasi itu secara paling objektif.” Ujarnya
Melihat dari keadaan, pentinnya Artificial Intelligence (AI) yang mampu menjadi agen imparsial untuk mengumpulkan cerita dari siapapun, tidak hanya ahli sejarah walaupun ahli sejarah haru s diberi bobot lebih tinggi dari orang biasa. Tapi saksi sejarah dan cerita-cerita itu bisa muncul dari mana saja.
Menurut mas sabrang jika memiliki dana projek-projek-an kenapa tidak membuat sistem dimana agen imparsial yang mengumpulkan informasi dari semua orang yang mengalami kejadian melaporkan dan dijalin olelh teknologi agen imparsial yagn disebut sebagai AI. Itu tidak hanya bisa menampung 180 orang tapi bisamenampung 300 juta manusia Indonesia , semau bisabercerita realitasnya dan sejarahnya.
Menurut mas Sabrang kenapa memilih AI, pertama karena begitu banyaknya data yang harus diproses dalam waktu yang harus cepat. Kedua, kita butuh imparsial agen. Imparsial agen itu apa? agen yang punya minimal bias. AI punya bias tapi lebih minimal daripada yang dimiliki oleh personal satu manusia.
Pendapat mas sabrang tentang menulis ulang sejarah alasannya bagus yang ditulis dalam perspektif. Action-nya menurut mas sabrang tidak bagus karena hanya mengulangi perbedaan perspektif.
Apa sebenarnya tujuan kita dalam menulis sejarah? Apakah kita hanya ingin menciptakan realitas baru yang bias sesuai sudut pandang para pemenang, atau sungguh-sungguh mencari kebenaran yang paling objektif?
Jika tujuannya sekadar membentuk perspektif baru berdasarkan versi pemenang, maka pendekatan saat ini sudah tepat. Namun, bila tujuannya adalah mencari kebenaran sejarah yang objektif, maka yang dibutuhkan bukan sekadar proyek penulisan, melainkan sebuah sistem. Sistem ini berguna tidak hanya untuk menulis sejarah masa lalu, tetapi juga mempersiapkan penulisan sejarah di masa depan.
Sejarah seharusnya tidak lagi ditulis hanya oleh para pemenang, melainkan oleh para pelaku. Ini adalah gagasan revolusioner, membiarkan rakyat memiliki narasinya sendiri. Jika ingin benar-benar membuat terobosan, maka perlu eksekusi nyata yang melampaui ide dan menyasar keberlanjutan. (**)