YOGYAKARTA, Pesanjabar.com — Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Busyro Muqoddas, menekankan pentingnya meneladani sosok KH. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, dalam memahami dan menerapkan nilai-nilai ideologi, politik, dan organisasi (Ideopolitor) Muhammadiyah secara menyeluruh dan bermakna.
Penegasan ini disampaikannya dalam Pengajian Rutin Bulanan Karyawan PP Muhammadiyah Yogyakarta pada Sabtu (5/7). Dalam kesempatan tersebut, Busyro mengajak warga Muhammadiyah untuk menjaga dan mengembangkan warisan pemikiran KH. Ahmad Dahlan yang sarat dengan nilai spiritualitas, ketulusan, serta keberpihakan terhadap umat.
Ia memaparkan bahwa ideologi Muhammadiyah terbagi menjadi dua jenis, yaitu ideologi keorganisasian dan ideologi kebangsaan. Ideologi Muhammadiyah meliputi dokumen Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup (MKCH), Khittah, dan Kepribadian Muhammadiyah yang semuanya bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah melalui telaah Majelis Tarjih.
“Berpegang pada ideologi selama 116 tahun, Muhammadiyah telah menorehkan banyak capaian, meski diiringi berbagai tantangan. Namun, semua itu dijalani dengan ikhlas dan bertahap,” ujar Busyro.
Sementara itu, ideologi negara, yaitu Pancasila, menurutnya tidak bertentangan dengan ajaran Islam maupun nilai-nilai Muhammadiyah. Bahkan, menurut Busyro, sejumlah tokoh Muhammadiyah memiliki peran besar dalam perumusan dasar negara tersebut.
“Ketika kita bicara Pancasila, tak bisa lepas dari jasa para tokoh Muhammadiyah sebagai pendekar politik dan negarawan sejati,” tambahnya.
Ia juga menyampaikan bahwa politik tidak dapat dipisahkan dari ideologi dan harus dimaknai sebagai alat untuk melayani kepentingan rakyat. Busyro menyoroti pentingnya konsep wakaf politik dalam Islam, sebagaimana pernah disampaikan almarhum Menteri Agama Mayor Jenderal Alamsyah Ratu Perwiranegara.
“Negara tidak ada tanpa rakyat. Maka, politik harus berpihak kepada rakyat, dan Muhammadiyah hadir sebagai kekuatan moral dan sosial yang konsisten memperjuangkan kepentingan umat,” jelasnya.
Busyro melanjutkan bahwa organisasi berfungsi sebagai alat untuk mengelola gerakan. Bila dibangun di atas dasar ideologi dan politik yang kokoh, maka organisasi akan mampu menciptakan hubungan yang harmonis baik secara vertikal (dengan Tuhan) maupun horizontal (dengan sesama manusia).
“Muhammadiyah hadir sebagai organisasi Islam yang menebar rahmat, berkah, dan mewujudkan spirit Al-Ma’un di tengah masyarakat,” ucap Busyro.
Di akhir pengajiannya, ia mengenang masa aktifnya di Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) dan menyampaikan kembali prinsip yang diajarkan para instruktur saat itu:
“Sungguh-sungguh tapi tidak terlalu serius.”
Prinsip ini menurutnya sejalan dengan pendekatan KH. Ahmad Dahlan dalam berdakwah secara kultural, santun, namun tetap tegas.
Busyro menggambarkan bagaimana KH. Ahmad Dahlan menghadapi berbagai bentuk penolakan dengan sikap tenang dan penuh keikhlasan, sebagaimana tercermin dalam QS. Al-Baqarah ayat 109.
“Beliau tidak meratapi penolakan, tapi terus berjalan dengan penuh kasih dan keikhlasan,” ungkapnya.
Ia pun menegaskan pentingnya menjalankan amanat KH. Ahmad Dahlan:
“Hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup di Muhammadiyah.”
Pesan tersebut, kata Busyro, merupakan peringatan moral agar tidak menjadikan Muhammadiyah sebagai sarana untuk mencari keuntungan pribadi atau meraih ketenaran.
“Tugas kita adalah merawat Muhammadiyah dengan amal usaha, organisasi otonom, dan majelis-majelis yang ada. Itulah cara kita menghormati perjuangan para ulama,” pungkas Busyro. (**)