Aceh, Pesanjabar.com – Kementerian Agama (Kemenag) melakukan kolaborasi yang baik dengan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan para ulama di Aceh menjelang pelaksanaan sidang isbat untuk menetapkan awal bulan Zulhijah 1446 Hijriah.
Arsad Hidayat selaku Direktur Urusan Agama Islam dan Bina Syariah Kemenag, mengatakan bahwa penguatan koordinasi antar lembaga menjadi bagian penting dalam menjaga kredibilitas penetapan awal bulan hijriah yang berdampak langsung pada pelaksanaan ibadah.
“Rukyatulhilal bukan hanya persoalan teknis astronomi, tetapi juga bagian dari ibadah kolektif. Sinergi lintas kelembagaan sangat diperlukan agar sidang isbat berjalan lancar dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan secara syar’i dan ilmiah, terlebih di wilayah strategis seperti Aceh,” ujar Arsad (19/05).
Arsad juga menekankan betapa pentingnya kedisiplinan dalam mematuhi Standar Operasional Prosedur (SOP) selama pelaksanaan rukyat. SOP berperan sebagai panduan nasional yang menjamin keakuratan hasil pengamatan serta memastikan keabsahan penetapan kalender hijriah.
SOP bukan sekadar prosedur administratif, tetapi merupakan alat penting untuk memastikan keabsahan hasil dari sidang isbat. Aceh, dengan lokasi geografinya yang penting, memiliki fungsi krusial dalam pengamatan hilal di tingkat nasional,” tambahnya.
Para ulama di Aceh berharap Kementerian Agama dapat mengirimkan perukyat dari pusat kembali, sebagaimana yang telah dilakukan pada awal Ramadan 1446 H. Kehadiran para ahli rukyat nasional dinilai krusial untuk memperkuat kemampuan daerah sekaligus mempertahankan obyektivitas hasil pengamatan.
Menanggapi isu tersebut, Arsad mengungkapkan bahwa Kementerian Agama siap mengirimkan tenaga ahli hisab rukyat ke berbagai wilayah, termasuk Aceh. “Ini bukan soal siapa yang lebih tahu, melainkan tentang bagaimana memperkuat kolaborasi pusat dan daerah untuk menghasilkan keputusan yang kredibel dan dapat diterima oleh seluruh umat,”jelasnya.
Kasubdit Hisab Rukyat dan Syariah, Ismail Fahmi, menyatakan bahwa Aceh adalah lokasi pengamatan yang strategus karena posisinya yang berada di ujung barat Indonesia. Jabatan ini menjadikan Aceh sebagai daerah yang berperan penting dalam serangkaian pengamatan hilal di tingkat nasional.
Hilal Zulhijah tahun ini diperkirakan berada pada ketinggian yang memungkinkan untuk terlihat di Aceh. Oleh karena itu, kesiapan titik rukyat, alat optik, serta personel pengamat perlu ditingkatkan,” ungkap Ismail.
Ia juga menekankan bahwa keberhasilan rukyat tidak hanya tergantung pada faktor astronomis, tetapi juga pada kesiapan teknis seperti pemeriksaan alat, pelatihan para pengamat, dan kerjasama antar lembaga di daerah.
Mahkamah Syar’iyah Aceh juga diminta untuk lebih proaktif dalam mendukung sidang isbat sesuai dengan petunjuk dari Direktorat Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung. Kerja sama yang erat dengan Kantor Wilayah Kementerian Agama Aceh merupakan salah satu langkah strategis untuk memperkuat pelaksanaan rukyat.
Sebelumnya, rapat koordinasi telah diadakan pada hari Sabtu (17/05) di Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh bersama dengan Mahkamah Syar’iyah Aceh. Rapat tersebut dihadiri oleh wakil dari Kemenag RI, PBNU, Kepala Kanwil Kemenag Aceh, Ketua MPU Aceh, Direktur Administrasi Badan Peradilan Agama di Mahkamah Agung, serta Wakil Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh.
Ahmad Izzuddin, Guru Besar Ilmu Falak di UIN Walisongo dan anggota tim hisab rukyat Kementerian Agama, hadir untuk memperkuat dasar ilmiah dalam penentuan awal bulan hijriah.
“Sidang isbat harus dijaga marwahnya sebagai forum ilmiah dan syar’i, bukan sekadar administratif. Kepercayaan publik terhadap hasil sidang sangat ditentukan oleh proses yang terbuka, akurat, dan terkoordinasi,” pungkas Ismail, dilansir dari Kemenag.(**)