Kerusuhan Indonesia 2025: Antara Ledakan Spontan dan Pertarungan Elit

“Kerusuhan 2025 bukan sekadar ledakan spontan rakyat, melainkan orkestra multi-aktor di panggung politik yang retak.” (Dr. Gugyh Susandy, SE.,M.Si.,CDMS)

ilustrasi/PESANJABAR
Ilustrasi

Friksi Antar-Elit

Kerusuhan membuka rapuhnya konsolidasi politik pasca-pemilu 2024. Beberapa friksi yang terlihat:

  1. Eksekutif vs Legislatif: DPR simbol keserakahan; Presiden mencabut kebijakan untuk jaga legitimasi → memperuncing ketegangan.
  2. Koalisi Pemerintah: faksi-faksi merasa kurang kebagian → gunakan kerusuhan untuk menekan Presiden.
  3. Sipil vs Militer: pengerahan TNI ke ranah sipil → kekhawatiran kembalinya militer ke politik.
  4. Oligarki Ekonomi: sebagian ingin stabilitas, sebagian gunakan instabilitas untuk renegosiasi.
  5. Elit Lama vs Elit Baru: jaringan lama (misalnya “Geng Solo”) tetap berupaya mempertahankan pengaruh.

Dalang atau Aktor Intelektual

Tidak ada satu dalang tunggal. Kerusuhan adalah orkestra multi-aktor:

  • Rakyat: dalang struktural (krisis kepercayaan).
  • Oposisi politik: dalang politik (menunggangi momentum).
  • Faksi internal: dalang intra-pemerintah (tekanan politik).
  • Aparat keamanan: dalang operasional (provokasi/infiltrasi).
  • Negara asing: dalang eksternal (melemahnya Indonesia → peluang pengaruh).

Siapa yang Diuntungkan?

Meski rakyat jadi korban, sejumlah pihak memperoleh keuntungan:

  • Oposisi politik: legitimasi meningkat, isu DPR & aparat jadi amunisi politik.
  • Faksi internal pemerintah: bargaining power naik untuk kursi/proyek.
  • Militer: legitimasi pengerahan TNI di ranah sipil menguat.
  • Oligarki ekonomi: gunakan instabilitas untuk negosiasi ulang kontrak & investasi.
  • Negara asing: posisi tawar Indonesia melemah di isu regional & global.
  • Kriminal oportunis: keuntungan instan lewat penjarahan.

Diskusi dan Implikasi

Kerusuhan 2025 mencerminkan rapuhnya legitimasi demokrasi. Ada tiga implikasi besar:

  1. Delegitimasi negara: infiltrasi aparat → publik kehilangan kepercayaan.
  2. Spiral kekerasan: instabilitas → represi → perlawanan → instabilitas baru.
  3. Dampak ekonomi & geopolitik: pasar jatuh, investor menahan diri, posisi Indonesia melemah di ASEAN, BRICS, Laut Cina Selatan, bahkan diplomasi Gaza.

Laman: 1 2 3 4

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *