Friksi Antar-Elit
Kerusuhan membuka rapuhnya konsolidasi politik pasca-pemilu 2024. Beberapa friksi yang terlihat:
- Eksekutif vs Legislatif: DPR simbol keserakahan; Presiden mencabut kebijakan untuk jaga legitimasi → memperuncing ketegangan.
- Koalisi Pemerintah: faksi-faksi merasa kurang kebagian → gunakan kerusuhan untuk menekan Presiden.
- Sipil vs Militer: pengerahan TNI ke ranah sipil → kekhawatiran kembalinya militer ke politik.
- Oligarki Ekonomi: sebagian ingin stabilitas, sebagian gunakan instabilitas untuk renegosiasi.
- Elit Lama vs Elit Baru: jaringan lama (misalnya “Geng Solo”) tetap berupaya mempertahankan pengaruh.
Dalang atau Aktor Intelektual
Tidak ada satu dalang tunggal. Kerusuhan adalah orkestra multi-aktor:
- Rakyat: dalang struktural (krisis kepercayaan).
- Oposisi politik: dalang politik (menunggangi momentum).
- Faksi internal: dalang intra-pemerintah (tekanan politik).
- Aparat keamanan: dalang operasional (provokasi/infiltrasi).
- Negara asing: dalang eksternal (melemahnya Indonesia → peluang pengaruh).
Siapa yang Diuntungkan?
Meski rakyat jadi korban, sejumlah pihak memperoleh keuntungan:
- Oposisi politik: legitimasi meningkat, isu DPR & aparat jadi amunisi politik.
- Faksi internal pemerintah: bargaining power naik untuk kursi/proyek.
- Militer: legitimasi pengerahan TNI di ranah sipil menguat.
- Oligarki ekonomi: gunakan instabilitas untuk negosiasi ulang kontrak & investasi.
- Negara asing: posisi tawar Indonesia melemah di isu regional & global.
- Kriminal oportunis: keuntungan instan lewat penjarahan.
Diskusi dan Implikasi
Kerusuhan 2025 mencerminkan rapuhnya legitimasi demokrasi. Ada tiga implikasi besar:
- Delegitimasi negara: infiltrasi aparat → publik kehilangan kepercayaan.
- Spiral kekerasan: instabilitas → represi → perlawanan → instabilitas baru.
- Dampak ekonomi & geopolitik: pasar jatuh, investor menahan diri, posisi Indonesia melemah di ASEAN, BRICS, Laut Cina Selatan, bahkan diplomasi Gaza.






