Indonesia Paparkan Praktik Terbaik Perikanan Skala Kecil di Konferensi Kelautan PBB UNOC-3

KKP.go.id/PESANJABAR
Indonesia Paparkan Praktik Terbaik Perikanan Skala Kecil di Konferensi Kelautan PBB UNOC-3

JAKARTA, Pesanjabar.com – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) turut ambil bagian dalam Konferensi Kelautan PBB ketiga (UNOC-3) yang digelar pada 9–13 Juni 2025 di Port Lympia, Nice, Prancis. Dalam kesempatan ini, Indonesia memaparkan praktik terbaik pengelolaan perikanan skala kecil yang berkelanjutan dan berkeadilan.

Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, Lotharia Latif, menyampaikan komitmen kuat Indonesia dalam memperkuat tata kelola laut secara berkelanjutan serta mendorong perikanan skala kecil yang inklusif dan berbasis kearifan lokal. Hal itu disampaikannya dalam side event bertajuk Delivering Sustainable and Equitable Ocean Governance: Multi-Stakeholder Approaches to Small-Scale Fisheries and Marine Protected Areas yang diselenggarakan oleh Pemerintah Maladewa.

“Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar keempat di dunia, dengan potensi lestari perikanan tangkap mencapai 12 juta ton dan keanekaragaman hayati laut yang sangat tinggi,” ujar Latif dalam siaran pers KKP dari Jakarta, Sabtu (14/6).

Ia menjelaskan bahwa penerapan kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota telah memberikan dampak positif bagi pertumbuhan sektor ini. Tercatat, produksi perikanan tangkap nasional mengalami kenaikan rata-rata sebesar 3,94% per tahun—dari 4,51 juta ton pada 2016 menjadi 7,71 juta ton pada 2023. Pencapaian ini menempatkan Indonesia sebagai produsen perikanan tangkap terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok.

Latif juga memaparkan berbagai kolaborasi Indonesia dengan inisiatif global seperti CFI Indonesia dalam penguatan pengelolaan perikanan berbasis masyarakat. Salah satu contoh keberhasilan datang dari wilayah Maluku dengan inisiatif Sasi Label, sebuah praktik kearifan lokal yang menerapkan larangan sementara penangkapan ikan untuk memungkinkan pemulihan stok ikan.

“Model ini tidak hanya melindungi ekosistem laut, tetapi juga memperkuat kelembagaan lokal, meningkatkan peran perempuan, serta mendorong akses pasar dan kesejahteraan nelayan melalui koperasi dan teknologi digital seperti e-logbook,” lanjutnya.

Latif menegaskan bahwa pemanfaatan sumber daya perikanan Indonesia masih berada dalam batas aman secara biologis, dengan tingkat eksploitasi berada di bawah 80% dari potensi lestari (MSY). Selama periode 2020 hingga 2024, produksi rata-rata tercatat sebesar 7,39 juta ton.

Dari sisi ekonomi, ekspor perikanan tangkap skala kecil juga menunjukkan pertumbuhan yang menjanjikan. Nilai ekspor meningkat dari USD 3,31 miliar pada 2020 menjadi USD 3,91 miliar pada 2023, dengan kontribusi utama dari produk seperti tuna-cakalang, cumi-sotong-gurita, dan kepiting.

Di penghujung pemaparannya, Latif mengajak seluruh pihak untuk mempererat kerja sama global guna mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) ke-14 mengenai pelestarian laut.

“Kami mengundang seluruh mitra dan pemangku kepentingan untuk hadir dalam Ocean Impact Summit Indonesia 2026, sebagai bentuk nyata komitmen bersama untuk laut yang sehat dan berkelanjutan,” tuturnya.

Sebagai informasi, dalam forum UNOC-3 sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono juga telah menegaskan komitmen Indonesia terhadap perlindungan laut dan pembangunan ekonomi biru yang berkelanjutan. (**)

Source: kkp.go.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *