SURABAYA . pesanjabar.com — Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf mendorong para kiai muda, putra kiai (gus), santri senior, serta alumni pesantren untuk terlibat aktif dalam struktur organisasi Nahdlatul Ulama (NU), mulai dari tingkat desa hingga pusat. Ajakan ini disampaikan dalam pidato pembukaan Pendidikan Pengembangan Wawasan Keulamaan (PPWK) di Pondok Pesantren Islam Miftachussunnah, Surabaya, Kamis (17/7/2025).
Dorongan tersebut, kata Gus Yahya, sejalan dengan semangat awal berdirinya NU yang tercantum dalam Qanun Asasi karya Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari, yakni bahwa ulama adalah pihak pertama yang dipanggil untuk bergabung dalam NU. Dalam konteks ini, yang dimaksud ulama adalah ulamauddin, yakni ahli ilmu agama, bukan ulama dalam pengertian umum.
“Pesantren sebagai tempat mendidik calon ulama, santrinya justru masih sedikit yang berkecimpung di organisasi NU,” ungkap Gus Yahya.
Ia mengingatkan bahwa sejak tahun 2010 dirinya telah mendorong kaderisasi melalui GP Ansor, agar para gus dan santri senior memahami mekanisme organisasi secara langsung. Menurutnya, pemahaman struktural sangat penting agar ketika kelak mereka menjadi pengambil keputusan di NU, sudah memiliki pengalaman berorganisasi yang matang dan mampu bersikap bijaksana dan proporsional.
Lebih lanjut, Gus Yahya menilai bahwa alumni pesantren memiliki potensi besar untuk menempati posisi strategis seperti Syuriyah, yang menjadi pemandu arah jam’iyah NU. Namun, problemnya, tidak semua daerah—khususnya di luar Jawa—memiliki ulama dengan kapasitas keilmuan dan pengalaman organisasi yang memadai.
“Di Jawa mencari kiai alim itu mudah, seperti di Pati, Kediri, Cirebon. Tapi tidak semua daerah punya ulama yang layak menjadi Syuriyah. Ini problem sistemik,” jelasnya.
Ia pun mencontohkan sosok KH Miftachul Ahyar sebagai figur ulama yang lengkap: berilmu, matang secara spiritual, dan memiliki pengalaman organisasi sejak tingkat lokal hingga nasional. Kiai Miftach telah menapaki karier organisasi dari PCNU Surabaya, PWNU Jawa Timur, hingga kini sebagai Rais Aam PBNU.
“Kita butuh pemimpin seperti beliau—bukan hanya berwawasan, tapi juga mengalami tempaan organisasi yang kuat,” imbuh Gus Yahya.
Menutup pidatonya, Gus Yahya menyebut PBNU tengah merancang pelatihan bersama antara Syuriyah dan Tanfidziyah agar terjadi penyamaan persepsi dan pengalaman dalam dinamika organisasi. Dengan demikian, Syuriyah dapat mengevaluasi kerja Tanfidziyah secara proporsional, baik dari sisi keagamaan maupun manajerial.
“Alhamdulillah, periode ini kita punya Rais Aam yang bukan hanya kuat dalam wawasan keislaman, tetapi juga matang dalam pengalaman berorganisasi,” tandasnya.