Agama  

Guru Besar UIN Jakarta Minta Media Tidak Stigmatisasi Pesantren

kemenag.go.id/PESANJABAR
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ahmad Tholabi Kharlie, menilai tayangan itu berpotensi memperkuat stigma terhadap pesantren.

REDAKSI.pesanjabar.com — Tayangan salah satu program televisi yang menyoroti kehidupan pesantren menuai kritik lantaran dinilai menampilkan gambaran sepihak dan menimbulkan kesan negatif di mata publik. Program tersebut dianggap mengabaikan konteks historis dan kultural pesantren sebagai lembaga pendidikan yang telah berkontribusi besar bagi bangsa.

Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ahmad Tholabi Kharlie, menilai tayangan itu berpotensi memperkuat stigma terhadap pesantren. “Liputan seperti ini seharusnya tidak dibangun dari sudut pandang yang merendahkan. Pesantren memiliki nilai dan filosofi khas yang tak bisa disamakan begitu saja dengan sistem pendidikan Barat,” ujarnya, Selasa (14/10/2025).

Tholabi menjelaskan, pesantren merupakan lembaga pendidikan keagamaan sekaligus institusi sosial dan budaya yang telah melahirkan banyak tokoh penting bangsa. “Banyak pemimpin nasional, pejabat, dan cendekiawan berasal dari pesantren. Mereka membawa nilai keikhlasan, kedisiplinan, dan tanggung jawab sosial sebagai ciri khas pendidikan pesantren,” tutur alumnus Pesantren Darussalam Ciamis itu.

Ia menegaskan bahwa pesantren tidak dapat diukur dengan standar pendidikan modern yang hanya menonjolkan rasionalitas dan efisiensi. “Filosofi pendidikan pesantren berakar pada spiritualitas dan adab. Relasi antara kiai dan santri bersifat ruhani, membentuk karakter dan moral, bukan sekadar hubungan akademis,” jelasnya.

Sebagai pendidik, Tholabi mengingatkan agar media berhati-hati dalam menampilkan pesantren di ruang publik. “Media punya tanggung jawab sosial untuk mencerdaskan masyarakat, bukan menimbulkan kesalahpahaman. Prinsip keberimbangan dan etika jurnalistik harus dijaga,” tegasnya. Ia juga mengajak masyarakat untuk tidak mudah terpancing oleh tayangan sensasional, melainkan melakukan tabayyun dan verifikasi informasi.

Menjelang peringatan Hari Santri Nasional 22 Oktober, Tholabi menilai polemik ini menjadi momentum penting untuk memperkuat literasi publik tentang pesantren. “Kini pesantren bukan lembaga tertinggal. Banyak santri sukses menjadi akademisi, profesional, dan pemimpin publik. Ini bukti pesantren adaptif dan tetap berakar kuat pada nilai keislaman,” ungkapnya.

Ia berharap Kementerian Agama, KPI, dan organisasi masyarakat dapat bersinergi memperkuat narasi positif tentang pesantren. “Kita perlu menciptakan ruang yang mendukung agar pesantren terus berkembang menjadi lembaga pendidikan berkualitas dan melahirkan kader terbaik bangsa,” pungkasnya. (**)

Source: kemenag.go.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *