Final Liga Champions UCL 2024/2025: PSG dan Inter Beradu Gengsi di Munich

championsleague/sae/PESANJABAR
Finalis Liga Champion UCL 2024/2025 (PSG Vs Inter Milan)

Jakarta, Pesanjabar.com – Dua kota yang dikenal sebagai pusat mode dunia, Paris dan Milan, kini mengalihkan rivalitas mereka dari catwalk ke lapangan hijau. Jika selama ini mereka bersaing lewat kemewahan, gaya, dan tren haute couture, kali ini persaingan mereka menyentuh panggung tertinggi sepak bola Eropa: final Liga Champions UCL 2024/2025.

Paris Saint-Germain (PSG) dan Inter Milan tak hanya membawa nama besar klub, tapi juga mewakili kebanggaan budaya dan identitas dua kota paling bergengsi di benua biru. Allianz Arena di Munich akan menjadi saksi duel megah ini, yang digelar pada Minggu dini hari, 1 Juni 2025 — sebuah malam yang menjanjikan sejarah baru.

Menariknya, ini adalah pertemuan pertama PSG dan Inter dalam kompetisi resmi UEFA. Lebih dari itu, final ini menjadi yang kedua kalinya dalam sejarah Liga Champions mempertemukan wakil Prancis dan Italia. Yang pertama terjadi lebih dari tiga dekade lalu, saat Marseille menghadapi AC Milan pada 1993, juga di kota Munich — meski saat itu di stadion yang berbeda, Olympiastadion. Kebetulan yang menarik, atau isyarat sejarah yang berulang?

Bagi Paris Saint-Germain, ini adalah kesempatan untuk menghapus luka lama dari final Lisbon 2020, ketika mimpi mereka dikandaskan oleh Bayern Munich. Sebuah penebusan yang telah lama dinanti. Di sisi lain, Inter Milan datang dengan tekad membara untuk melupakan getirnya kekalahan di final Istanbul 2023 dari Manchester City — memori yang masih membekas di benak para penggemarnya.

Dua tim, dua kota, dan satu trofi. Gelar yang bukan hanya akan menobatkan sang juara sebagai raja baru Eropa, tetapi juga menjadi simbol supremasi dua pusat mode dunia. Siapa yang akan berjalan anggun di atas panggung kemenangan, dan siapa yang harus pulang dengan kepala tertunduk?

PSG: Dari Awal Sulit Menuju Gerbang Sejarah

Perjalanan Paris Saint-Germain di Liga Champions musim ini dimulai dengan keraguan. Performa mereka di awal kompetisi tak meyakinkan, dan banyak yang meragukan apakah tim asuhan Luis Enrique bisa bersaing di level tertinggi. Namun seiring waktu, keraguan itu berubah menjadi keyakinan. Kemenangan telak 10-0 atas Brest di babak play-off menjadi titik balik, pemicu transformasi yang membawa PSG ke level baru.
Di fase gugur, PSG menunjukkan karakter sejati mereka. Mereka menyingkirkan Liverpool lewat drama adu penalti, melewati hadangan Aston Villa, dan membalas kekalahan dari Arsenal di semifinal dengan performa yang disiplin dan efisien. Kini, mereka bukan lagi sekadar tim yang penuh bintang—mereka adalah kolektif yang terorganisir, cerdas, dan matang secara taktik.

Statistik mendukung perjalanan ini: dalam tujuh dari sembilan laga terakhir, PSG selalu mencetak gol lebih dulu, menandakan dominasi sejak awal pertandingan. Di jantung pertahanan berdiri Marquinhos, satu-satunya pemain tersisa dari skuad yang gagal di final Lisbon 2020. Kini ia menjelma sebagai pemimpin sejati, membawa ketenangan dan pengalaman yang sangat dibutuhkan.

Dengan lini tengah yang dinamis, serangan yang cepat dan klinis, serta semangat kolektif yang lebih solid dari sebelumnya, PSG kini berdiri di ambang sejarah. Satu langkah lagi untuk mengangkat trofi yang selama ini terasa begitu dekat, namun selalu menjauh di saat-saat krusial.

Inter: Dari Luka Lama Menuju Misi Penebusan

Jika perjalanan PSG penuh liku, maka Inter Milan melangkah di Eropa dengan ketenangan dan keteguhan yang mengesankan. Mereka hanya sekali kalah di fase grup, dan selama kompetisi, lini belakang mereka hampir tak bisa ditembus. Di bawah arahan Simone Inzaghi, Inter tampil sebagai tim dengan identitas yang kuat—disiplin dalam bertahan, efisien saat menyerang, dan matang dalam membaca momentum.

Di babak knockout, mereka justru semakin memukau. Feyenoord disingkirkan tanpa banyak drama, Bayern Munichditaklukkan lewat permainan sabar dan efektif, sementara Barcelona dilibas dalam pertarungan klasik yang berakhir dengan agregat luar biasa 7-6. Di tengah semua itu, nama Francesco Acerbi, bek veteran, menjadi lambang ketangguhan lini belakang Nerazzurri—pengingat bahwa usia tak pernah mengalahkan pengalaman dan keteguhan hati.

Dengan sepuluh kemenangan di Liga Champions musim ini, Inter tak hanya melaju ke final, tapi juga mencatat rekor kemenangan terbanyak dalam satu musim kompetisi Eropa sepanjang sejarah klub.

Bayangan kekalahan dari Manchester City di final 2023 masih menghantui, tapi luka itu telah berubah menjadi motivasi. Inter kini kembali ke final, bukan hanya sebagai penantang, melainkan sebagai tim yang tahu bagaimana bertahan ketika ditekan, menyerang ketika diberi celah, dan mengendalikan laga dengan kepala dingin.
Mereka datang ke Munich membawa pengalaman, strategi, dan keyakinan. Dan mungkin, kali ini, semuanya cukup untuk membawa pulang trofi Liga Champions yang keempat, sekaligus mengukuhkan Inter sebagai penguasa Eropa.

Lebih dari Sekadar Sepak Bola: Duel Gengsi Dua Kota Ikonik

Final Liga Champions kali ini bukan hanya soal taktik, formasi, atau gelar—ini adalah pertarungan simbolis antara dua kota yang menjadi ikon dunia fashion dan budaya Eropa. Di satu sisi, Paris dengan kemewahan modernnya, diwakili oleh Paris Saint-Germain. Di sisi lain, Milan yang memancarkan gaya klasik penuh prestise, diwakili oleh Inter.

PSG membawa misi sejarah: menjadi klub Prancis pertama yang menjuarai Liga Champions dalam 32 tahun terakhir—mengulang pencapaian Marseille pada 1993. Sementara Inter datang dengan tekad untuk menunjukkan bahwa tradisi sepak bola Italia masih hidup dan berdenyut kencang, dengan segala warisan dan kedalaman taktik yang menyertainya.

Di balik sentuhan glamor dan reputasi mode, tersembunyi harga diri, kebanggaan kota, dan warisan yang ingin dipertahankan atau ditaklukkan. Munich akan menjadi panggung penentu: apakah trofi “Si Kuping Besar” akan kembali ke kaki Menara Eiffel, atau mendarat di bawah bayang-bayang megahnya Duomo di Milano.

Yang pasti, siapa pun pemenangnya, mereka tak hanya akan mengangkat trofi—mereka akan membawa pulang status sebagai kota paling bersinar di Eropa, bukan di atas runway, tetapi di atas lapangan hijau yang menjadi catwalk para juara.

Prakiraan Line Up :

Inter Milan: 3-5-2

Sommer (gk); Bisseck, Acerbi, Bastoni; Dumfries, Barella, Calhanoglu, Mkhitaryan, Dimarco; Thuram, Martinez

PSG: 4-3-3
Gianluigi Donnarumma; Achraf Hakimi, Marquinhos, Willian Pacho, Nuno Mendes; Joao Neves, Vitinha, Fabian Ruiz; Khvicha Kvaratskhelia, Ousmane Dembele, Bradley Barcola, dilansir dari laman resmi UEFA.(**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *