Akademisi Universitas Jenderal Soedirman, Dr. Indaru Setyo Nurprojo, menjelaskan bahwa penonaktifan anggota DPR merupakan mekanisme internal partai, bukan regulasi formal negara. Mekanisme tersebut diatur dalam AD/ART masing-masing partai untuk menjaga disiplin kader dan citra organisasi.
Menurut Indaru, penonaktifan biasanya dilakukan jika anggota dinilai merugikan partai. Ia menilai kondisi ini berpotensi berujung pada pergantian antar waktu (PAW) jika status nonaktif tidak memiliki batas waktu yang jelas.
“Kalau penonaktifannya tidak ada batas waktunya, otomatis partai harus menyiapkan penggantinya melalui PAW,” kata Indaru.
Lebih jauh, Indaru menyebut dinamika ini merupakan refleksi dari kontrol partai terhadap kadernya yang duduk di legislatif, sekaligus langkah menjaga kepentingan serta konsolidasi internal. (**)