SUBANG, Pesanjabar.com – Di tengah era percepatan digitalisasi yang menyentuh hampir seluruh aspek pelayanan publik, sektor pertanahan menjadi salah satu area krusial yang tak boleh tertinggal. Sosialisasi Sertifikat Elektronik yang dibuka secara resmi oleh Wakil Bupati Subang, H. Agus Masykur Rosyadi (Kang Akur) pada Senin (16/06/2025) di Hotel Laska, menjadi langkah nyata yang patut diapresiasi.
Kebijakan ini bukan sekadar administratif, tetapi menyentuh langsung akar persoalan agraria yang telah lama membelit masyarakat: tumpang tindih data, konflik kepemilikan, dan lemahnya jaminan hukum atas tanah. Digitalisasi melalui sertifikat elektronik diyakini bisa menata ulang sistem pertanahan secara menyeluruh.
Kang Akur dengan tegas menyampaikan bahwa sertifikat elektronik merupakan langkah strategis untuk menciptakan legalitas yang sah dan tertib. Tidak hanya efisiensi pelayanan, namun juga transparansi dan keamanan data, yang selama ini menjadi celah terjadinya berbagai manipulasi dan sengketa. Dalam konteks Subang yang tengah berkembang pesat, kebijakan ini penting sebagai fondasi pembangunan yang berkelanjutan.
Lebih dari itu, ajakan Wakil Bupati kepada semua pemangku kepentingan, termasuk PPAT dan legislatif, untuk bersinergi, adalah bentuk kesadaran bahwa perubahan sistem bukan hanya urusan pemerintah, tetapi proyek kolektif. PPAT pun dituntut untuk tidak hanya menjadi pengelola dokumen, melainkan juga agen edukasi bagi masyarakat.
Hal senada ditegaskan oleh Anggota DPR RI Ir. H. Ateng Sutisna, MBA, yang hadir sebagai narasumber. Menurutnya, regulasi yang tumpang tindih selama ini menjadi sumber kekacauan di sektor pertanahan nasional. Sertifikat elektronik, dalam pandangannya, adalah solusi jangka panjang yang perlu didukung oleh sistem hukum yang kuat dan pelaksanaan yang konsisten.
Sosialisasi ini pun tak hanya menjadi ruang seremonial, tetapi juga forum strategis menjaring aspirasi dan masukan dari para pelaku di lapangan: PPAT, camat, serta perwakilan dari ATR/BPN Jawa Barat. Kehadiran mereka menandakan bahwa wacana digitalisasi bukan lagi gagasan elit, tetapi kebutuhan riil di daerah.
Maka, sudah waktunya kita berhenti melihat pertanahan hanya sebagai persoalan teknis atau birokrasi belaka. Ia adalah persoalan hak, keadilan, dan masa depan. Dan sertifikat elektronik, jika diimplementasikan secara sungguh-sungguh dan inklusif, bisa menjadi jalan terang menuju tatanan pertanahan yang adil, aman, dan modern di Kabupaten Subang dan Indonesia pada umumnya. (**)