Dalam pelaksanaannya, isi buku anak—khususnya yang bertema akhlak, lingkungan, serta literasi dasar—ditransformasikan menjadi lagu-lagu sederhana.
Pendekatan ini dimaksudkan agar anak lebih mudah menangkap pesan moral dari buku melalui irama yang ceria.
Lewat Musikaliterasi, Disarpus menegaskan bahwa perpustakaan merupakan ruang kreatif yang mendorong tumbuhnya minat baca sejak dini.
“Kami ingin masyarakat merasakan bahwa perpustakaan bukan hanya tempat menyimpan koleksi buku, tapi menjadi ruang inspiratif yang menyenangkan,” lanjut Dewi.
Bunda Literasi Kota Bandung, Aryatri Benarto Farhan, menilai Musikaliterasi sebagai momentum penting untuk memperkuat budaya literasi.
“Literasi tidak hanya soal membaca dan menulis, tetapi juga memahami, menelaah, serta menerapkan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari,” tuturnya.
Aryatri mengapresiasi langkah kreatif Disarpus yang berhasil menggabungkan musik dan buku sebagai cara efektif menumbuhkan minat baca dan empati anak.
“Melalui Musikaliterasi, anak bukan hanya membaca, tetapi juga merasakan makna buku lewat irama. Dari kalimat berubah menjadi musik lahirlah kreativitas serta empati,” ujarnya.
Ia berharap kegiatan ini dapat terus dilaksanakan dan menginspirasi sekolah, komunitas literasi, maupun masyarakat luas.
Aryatri juga mengucapkan terima kasih kepada Perpustakaan Nasional RI atas dukungan berupa bahan bacaan berkualitas yang memperkuat ekosistem literasi di Kota Bandung.
“Dengan akses bacaan yang semakin baik, semoga budaya membaca dapat tumbuh lebih kuat dan mengakar di Kota Bandung,” pungkasnya. (****)






