“Sekarang banyak yang tergila-gila pada insinerator. Padahal desain besar Kota Bandung adalah 30 persen sampah habis di RW. Mau tidak mau, kita harus memastikan 1.597 RW mampu mengolah sampah organik di wilayahnya masing-masing,” tegasnya.
Ia menambahkan, sisa sampah nonorganik dapat diolah menjadi produk daur ulang atau diubah menjadi Refuse Derived Fuel (RDF) sebagai bahan bakar alternatif.
“Alhamdulillah, di Cigondewah sudah ada industri plastik besar. Tapi untuk RDF, produksi kita baru 10 ton. Kalau harus 60 ton, bisa menumpuk dalam dua hari,” ungkapnya.
Farhan berharap masyarakat semakin aktif memilah dan mengolah sampah dari rumah agar Bandung benar-benar mampu menjadi kota yang bersih dan berkelanjutan.
“Kunci utamanya bukan mesin mahal, tetapi kebiasaan kecil setiap hari. Kalau semua RW bergerak, Bandung pasti bisa,” tutupnya.
