Subang, Pesanjabar.com – Sejumlah aktivis lingkungan mengecam keras proyek tambang nikel yang direncanakan di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya. Mereka menilai kebijakan ini merupakan bentuk keberpihakan pemerintah terhadap kepentingan pengusaha dan korporasi, bukan terhadap kelestarian lingkungan maupun kesejahteraan masyarakat lokal.
“Ini adalah bukti nyata bahwa pemerintah lebih berpihak pada kapitalisme liberal. Raja Ampat adalah kawasan konservasi yang seharusnya dilindungi, bukan dieksploitasi,” tegas salah satu aktivis lingkungan Hidup Kabupaten Subang, CRahman, Senin (08/06).
Aktivis menyoroti bahwa tambang nikel di wilayah tersebut tidak hanya akan merusak keanekaragaman hayati laut dan daratan Raja Ampat, tetapi juga mengancam keberlangsungan hidup masyarakat adat yang telah lama bergantung pada ekosistem alam untuk hidup.
Selanjutnya CRahman menyampaikan bahwa Forest Watch Indonesia (FWI) juga menyatakan bahwa aktivitas tambang di kawasan konservasi merupakan pelanggaran terhadap prinsip hukum lingkungan dan perlindungan kawasan lindung. “Kawasan konservasi seperti Raja Ampat tidak boleh ada aktivitas ekstraktif. Ini bentuk pembangkangan terhadap hukum lingkungan hidup,” ujarnya.
Para aktivis menuntut agar penegakan hukum lingkungan dilakukan secara tegas. Mereka mendesak agar izin tambang dicabut permanen, dan perusahaan yang terlibat dikenai sanksi dan denda atas kerusakan lingkungan serta pelanggaran dokumen lingkungan hidup.
Di sisi lain, para aktivis juga menekankan pentingnya pelibatan masyarakat adat dalam setiap proses pengambilan keputusan terkait proyek tambang. Mereka menegaskan bahwa dokumen administratif tidak boleh dijadikan alasan untuk melegitimasi kerusakan lingkungan. Persetujuan yang diberikan harus bersifat sah, transparan, dan diperoleh tanpa adanya tekanan terhadap masyarakat adat. jelasnya.
Para pegiat lingkungan menegaskan bahwa negara memiliki kewajiban untuk melindungi ekosistem yang sudah terbentuk secara alami selama ribuan tahun dan menjamin keberlangsungan hidup masyarakat adat di sekitar lokasi tambang.
“Masyarakat yang terdampak berhak atas lingkungan yang bersih, sehat, dan berkelanjutan. Negara tidak boleh abai,” pungkasnya.(**)