JAKARTA.pesanjabar.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer, bersama sepuluh orang lainnya. Mereka ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap perusahaan yang mengurus sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Masa penahanan ditetapkan selama 20 hari ke depan.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 12 huruf (e) dan/atau Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Mengapa Dijerat Pasal Pemerasan
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur, menjelaskan bahwa perkara ini masuk kategori pemerasan, bukan penyuapan. Modus yang digunakan para tersangka adalah memperlambat, mempersulit, bahkan menahan proses sertifikasi meskipun berkas perusahaan telah lengkap.
Padahal, sesuai aturan, penerbitan sertifikat K3 seharusnya bisa selesai dalam waktu sekitar satu minggu. Namun, proses tersebut sengaja diperlambat agar perusahaan membayar sejumlah uang. Asep menegaskan, berbeda dengan suap yang biasanya terjadi karena berkas tidak lengkap lalu dipermudah dengan imbalan, dalam kasus ini syarat sudah terpenuhi, tetapi tetap dipersulit.
KPK Dorong Korban untuk Melapor
Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menyebut penetapan kasus sebagai pemerasan merupakan langkah penting dan jarang dilakukan. Ia berharap masyarakat tidak ragu melapor apabila mengalami pemerasan dalam pelayanan publik. Menurutnya, penyalahgunaan kewenangan oleh pejabat bisa dijerat hukum jika ada laporan dari korban.
Aliran Dana Capai Rp 81 Miliar
KPK mengungkap, total uang hasil pemerasan sertifikasi K3 mencapai Rp 81 miliar. Dari jumlah itu, Immanuel Ebenezer diduga menerima Rp 3 miliar serta satu unit motor melalui anak buahnya.
Sejumlah pejabat Kementerian Ketenagakerjaan juga ikut menikmati hasil pemerasan tersebut. IBM, misalnya, disebut menerima Rp 69 miliar yang digunakan untuk belanja, hiburan, membeli mobil, hingga uang muka rumah. Sebagian dana itu juga dialirkan ke GAH dan Hery Sutanto.
GAH sendiri diduga menerima Rp 3 miliar dalam bentuk setoran tunai, transfer, dan pembayaran dari perusahaan jasa K3. Dana tersebut digunakan untuk membeli mobil serta ditransfer ke pihak lain. Sementara itu, SB menerima Rp 3,5 miliar dari 80 perusahaan, dan AK mengantongi Rp 5,5 miliar sepanjang 2021–2024.
KPK menegaskan, penyelidikan masih berlanjut karena dana hasil pemerasan diduga juga mengalir ke pihak lain di luar jajaran yang telah ditetapkan sebagai tersangka. (**)