JAKARTA.pesanjabar.com — Tradisi santri melakukan kerja bakti (roan) dalam membantu proses pembangunan di lingkungan pesantren menjadi perhatian publik, terutama setelah insiden ambruknya bangunan mushala tiga lantai di Pondok Pesantren Al-Khoziny Buduran, Sidoarjo, pada Senin (29/9/2025).
Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya), menegaskan bahwa keterlibatan santri dalam pembangunan pesantren bukanlah bentuk eksploitasi. Ia menjelaskan bahwa peran santri bersifat membantu dan tidak menggantikan tenaga tukang atau pekerja profesional.
Menurut Gus Yahya, tradisi kerja bakti merupakan bagian dari pendidikan karakter dan penguatan nilai gotong royong yang telah mengakar di dunia pesantren.
“Santri itu punya tiga hal utama, yaitu tholabul ilmi, tazkiyatun nafs, dan jihad fi sabilillah. Jadi, kegiatan di pesantren bukan hanya belajar untuk mengisi otak dengan ilmu pengetahuan, tetapi juga melatih diri dalam berkhidmat, membersihkan jiwa, dan melayani dengan niat tulus,” ujar Gus Yahya di Kantor PBNU, Jakarta, Jumat (10/10/2025).
Ia menambahkan bahwa kegiatan roan di pesantren sama halnya dengan kerja bakti masyarakat di lingkungan perkampungan.
“Kalau kerja bakti, ya sama saja seperti di kampung, bersih-bersih got itu juga kerja bakti. Masa dianggap mempekerjakan orang kampung?” ujarnya.